“SIPAYU” Program Pemberdayaan Masyarakat Untuk Meningkatkan Ekonomi Desa Melalui Aplikasi Pemasaran Cabai Hiyung Pada Kecamatan Tapin Tengah Kabupaten Tapin

Struktur Cabai Rawit Hiyung

 

Bagi mereka yang menggemari cita rasa pedas, sepertinya harus mengenal varietas cabai Indonesia ini yang satu ini. Namanya cabai rawit Hiyung yang berasal dari Desa Hiyung, Tapin Tengah, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Cabai ini memiliki tingkat kepedasan hingga 17 kali lipat dibanding cabai rawit pada umumnya, karena itu dianggap sebagai cabai terpedas di Indonesia. Anggapan itu bukannya tanpa alasan. Berdasarkan penelitian Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen milik Kementerian Pertanian (Kementan) RI, kadar kapsaisin pada cabai rawit Hiyung mencapai 2333,05 ppm.

Selain rasanya yang lebih pedas dari jenis cabai rawit lainnya. Cabai Hiyung juga mempunyai keunggulan lain yaitu daya tahannya yang lebih lama. Ia mampu disimpan dalam suhu ruangan normal dari 8 hingga 10 hari. Kekhasan lain dari cabai rawit Hiyung adalah bentuk daunnya yang meruncing, kedudukan tangkai bunga tegak, bunga berbentuk terompet, sudut antara tangkai dan bunga 117,29 derajat. Selain itu ketebalan daging buahnya 0,65-0,66mm, bentuk buahnya kerucut, dan warna buah saat masih muda hijau, menjelang masak akan berubah jadi hijau keunguan, jika sudah masak sempurna, warnanya akan berubah menjadi merah cerah.

Dengan berbagai keunggulan dan keunikannya tersebut, kini cabai Hiyung menjadi komoditas utama penyangga kehidupan sebagian besar masyarakat Desa Hiyung. Namun uniknya, cabai ini kalau ditanam di lahan yang ada di luar Desa Hiyung, cita rasa pedasnya akan berkurang. Termasuk di Desa Linuh, tempat pertama kali Barjo membawa bibit cabai ini. Kini, nama cabai Hiyung semakin dikenal luas. Berdasarkan beberapa data yang ada di mana masyarakat Desa Hiyung bisa meraup dua ton per masa panen sebanyak 30 kali dalam satu tahun. Harga tertinggi cabai Hiyung pernah mencapai Rp.70.000 hingga Rp.90.000 per kilogram. Kabarnya, harga di pasaran bisa jauh lebih tinggi dari harga tersebut.

Untuk memaksimalkan penjualan cabai Hiyung, para petani di sana juga mulai mengembangkan sektor hilir cabai basah dengan membuat produk berupa abon cabai lokal, pengembangan sektor hilir cabai Hiyung ini demi menyiasati jika harga cabai milik mereka jatuh di pasaran. Karena hal itu, terbentuklah rumah produksi abon cabai. Dengan dibantu oleh Pemerintah Daerah Tapin, bantuan itu kemudian difasilitasi dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan.

Kegiatan pertanian cabai Hiyung membuktikan bahwa lahan rawa dan gambut dapat optimal bila dikelola dengan tepat. Para petani bahkan menolak tegas jika ada perusahaan-perusahaan lain mendekat ke lahan Desa Hiyung. Hingga kini tercatat ada 10 kelompok tani cabai yang ada di Desa Hiyung, dengan total mencapai 200 orang petani. Menurut data dari Pemerintahan Desa Hiyung, 80 persen masyarakat desa ini bekerja sebagai petani cabai.

Beragam upaya juga telah dilakukan untuk mempertahankan eksistensi cabai dari Hiyung. Misalnya, dengan mendaftarkan hak intelektual varietas cabai rawit Hiyung dan abon cabai Hiyung di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) RI. Varietas lokal ini diberi nama Cabai Rawit Hiyung dan telah didaftarkan pada Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia Nomor 09/PLV/2012 tanggal 12 April 2012,” dikutip dari Litbang.pertanian.go.id. Saat ini petani-petani sudah mulai berkembang. Namun, seperti daerah dengan lahan gambut lainnya, tantangan mereka ke depan adalah kebakaran lahan.

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

Label

Kecamatan Tapin Tengah

Kecamatan Tapin Tengah

Label Cloud


Liputan Cabai Hiyung

Produk Abon Cabai Hiyung

Cabai Hiyung

Pencegahan Covid-19

Pencegahan Covid-19